MANJUŚRĪ BODHISATVA BERMANIFESTASI SEBAGAI GADIS MISKIN

October 19, 2023

MANJUŚRĪ BODHISATVA BERMANIFESTASI SEBAGAI GADIS MISKIN

CERITA INI TERJADI ERA PASCA-WÈI 

Cerita ini terjadi pada saat Dinasti Selatan dan Utara era Pasca-Wèi (Tahun 386-534). Setiap bulan ke-3 musim semi, Vihara Xiǎntōng yang berada di Gunung Wŭtái akan mengadakan festival vegan. Festival vegan ini dapat diikuti oleh seluruh Umat Buddha, dimana setiap umat yang mengikuti akan memperoleh makanan vegan gratis dari vihara tersebut. pada suatu hari, datanglah seorang gadis miskin yang membawa 2 anak kecil dan seekor anjing. Gadis miskin tersebut memotong rambutnya dan menyatakan kepada kepala vihara bahwa dari mereka hanya bisa berdana rambutnya serta ingin memohon memohon untuk memberikan makanan vegan tersebut kepada mereka. Kepala vihara pada awalnya memberikan makanan vegan tersebut dengan ikhlas. 

 

Setelah mendapatkan makanan vegan tersebut, gadis miskin tersebut meminta Kepala vihara untuk memberikan 1 porsi makanan lagi untuk anaknya yang berada dikandungannya. Karena merasa permintaan gadis miskin tersebut yang berlebihan, kepala vihara tersebut memarahi gadis miskin tersebut bahwa permintaannya itu berlebihan serta tidak akan memberikan makanan vegan lebih kepadanya. 

 

Setelah mendengar ucapan tersebut, gadis miskin dengan tenang mengucapkan sebuah syair yang berbunyi: “buah pahit akan berasa pahit hingga akarnya, buah manis akan berasa manis hingga gagang bunganya. Tiada tempat untuk pergi dalam Triloka, membuat seorang biksu merasa benci.”. Setelah mengucapkan syair tersebut, gadis miskin berserta 2 anak dan anjing tersebut menampakkan wujud aslinya sebagai Mañjuśrī Bodhisatva serta 2 pengikutnya dan singa yang merupakan kendaraannya. 

 

Mañjuśrī Bodhisatva bersabda bahwa apabila bertemu dengan orang yang membutuhkan, hendaknya kita memberikan apa saja yang bisa kita berikan. Dikarenakan kita tidak mengetahui kondisi kehidupan dari mereka yang membutuhkan, sehingga hendaknya kita dengan tulus dan ikhlas memberikan bantuan yang dapat kita berikan. Kemudian, Mañjuśrī Bodhisatva bermanifestasi menjadi cahaya pelangi dan meninggalkan vihara tersebut.

 Kepala Vihara tersebut merasa kesal atas perbuatannya terhadap manifestasi dari Mañjuśrī Bodhisatva, dimana kepala vihara tersebut hendak mencongkel matanya. Para umat yang berada disamping menghentikan tindakan tersebut dan bernasehat bahwa tindakan tersebut sangatlah tidak bijaksana. Kepala vihara tersebut akhirnya sadar dan bertekad untuk bertobat atas pikiran yang kurang bijaksana. 

 

Sumber: lama.com.tw 

Tags :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TRANSLATE