Berita Surabaya
SURYA.co.id | SURABAYA – Jelang Hari jadi Republik Indonesia ke-77, Young Buddhist Association Indonesia mengajak generasi muda di negeri ini untuk bersama-sama menangkal bahaya radikalisme dan ekstremisme.
Ajakan tersebut seperti yang dilakukan Young Buddhist Association lewat forum dialog lintas agama dan etnis yang di gelar secara daring di Surabaya, Sabtu malam (6/8/2022).
Dalam forum dialog ini di hadiri pula oleh beberapa aktivis kemanusiaan, aktivis Islam, aktivis Budha, dan Bhiksu yang menjadi pembicara dalam forum ini dengan tujuan untuk merajut toleransi antar umat beragama.
Bahkan beberapa pembicara berasal dari lintas negara seperti Indonesia dan Malaysia, di antaranya Wawan Gunawan (Aktivis Kemanusiaan di Indonesia), Bhante Dhirapunno (Bhiksu), Eow Shiang Yen (General Secretary Young Buddhist Association of Malaysia), dan Aizat Shamsuddin (Founder and Director Komuniti Muslim Universal).
Direktur Urusan dan Pendidikan Agama Buddha Kemenag RI, Supriyadi dan Ketua Young Buddhist Association Indonesia, Gondo Wibowo Tantri mengapresiasi penuh dengan adanya kegiatan dialog lintas agama ini.
Billy Lukito Joeswanto, Koordinator acara dari Young Buddhist Association Indonesia mengatakan acara ini memiliki fungsi bertukar pikiran dari dua bangsa serumpun, dari muslim dan buddhis dalam menangkal ekstremisme dan radikalisme yang dimana menjadi krisis di kehidupan sosial saat ini.
“Radikalisme dan ekstremisme bisa dihambat perkembangannya dengan orang baik dan yang toleran, mulai bersama komunitasnya beraksi. Apabila kita diam dan acuh tak acuh dalam melihat situasi krisis itu, maka oknum radikal dan ekstrim pemenangnya,” urainya.
Melalui kegiatan ini Young Buddhist Association berjalan sesuai visi misi ajaran buddha dhamma dengan tidak membiarkan hal itu terjadi.
Wawan Gunawan, salah satu pembicara di forum dialog ini yang merupakan aktivis kemanusiaan, Aktivis Islam, serta pegiat dialog lintas agama dan budaya, menyatakan radikalisme muncul dari bagaimana seseorang menempuh kehidupan keagamaan.
Hal ini merupakan gejala yang terjadi di beberapa lapisan kehidupan dari sosial, individu serta dari sisi keagamaan dan politik.
“Pada dunia media sosial sekarang ini sangat dibutuhkan beberapa filter, dari diri sendiri, sosial, dan politik. Kebijakan pemerintah dalam dunia agama akan menjadi peran penting dalam mewujudkan masyarakat yang toleran dan dapat menghadapi radikalisme,” ungkapnya.
Toleransi yang dijalani oleh masyarakat Indonesia dan Malaysia,lanjutnya, bukan hanya sikap menghormati adanya perbedaan, tetapi juga berfungsi untuk menegaskan perbedaan yang dibutuhkan untuk memunculkan kerjasama dalam perbedaan, serta saling mendorong dalam hal yang positif dalam perbedaan sebagaimana fungsi Pancasila di Indonesia yang dihidupi oleh semua agama.
“Dia bukan agama, tetapi mengakomodasi semua agama dan menjadi titik temu. Penting bagi kita sebagai masyarakat untuk sadar kembali tentang pancasila dan bhineka tunggal ika,” ujarnya.
Leave a Reply