Pemasangan atau tidaknya chattra sama sekali tidak akan mempengaruhikesempurnaan dan keagungan Candi Borobudur, baik dari segi keagamaan maupun penampilan fisik.
Setelah sekian lama, dengan berbagai upaya dan energi yang telah dicurahkan mengenai payung ini, semoga ini dapat menjadi titik akhir dari pembahasan tentang chattra.
Hormat kami kepada semua arkeolog; tapa dedikasi mereka, kita mungkin tidak akan pernah dapat menyaksikan keagungan Borobudur lagi. Dalam Buddhadharma, Borobudur beserta semua artefaknya dipahami sebagai objek sakral luar bias, manifestasi dari nirmanakaya silpanirma atau sprul sku-yang disebut “‘Nirmanakaya Seni” atau silpinnirmakäya. Borobudur in adalah emanasi yang muncul melalui seni, baik sebagai seniman, pengrajin, maupun sebagai karya seni untuk membantu penggugahan makhluk.
PERWUJUDAN CANDI BOROBUDUR
yang dapat kita nikmati sekarang adalah hasil jerih payah dari begitu banyak orang, terutama oleh nenek moyang kita, anak-anak bangsa kita dan juga dari mancanegara. Pelestariannya berlangsung dalam kurun waktu yang sangat panjang, yang dimaknai dari berbagai disiplin ilmu, seperti arkeologi, geologi, kimia, biologi, teknik sipil, arsitektur, antropologi, filosofi, dan tentunya keagamaan.
DARI RUNG INTERPRETASI KEAGAMAAN.
dipasang atau tidak dipasangnya chattra atau payung bukanlah suatu hal yang penting, apalagi jika ditinjau dari perspektif filosofi spiritualitas yang sangat mendalam dari pangejawantahan piwulang Candi Borobudur.
CANDI BOROBUDUR
Borobudur jelas memiliki banyak karakter yang menonjol, menjadikannya destinasi utama untuk wisata religi Buddha, baik di tingkat domestik maupun dunia. Yang dibutuhkan adalah upaya untuk mendalami, melengkapi, mengangkat, dan menyebarluaskan narasi nilai-nilai pendidikan, spiritual, dan budaya yang terkandung di dalamnya.
UPAYA
Untuk mengangkat secara global narasi nilai-nilai pendidikan dan spiritual Borobudur, langkah in tidak terlepas dari, bahkan menjadi salah satu pemicu utama dalam upaya mengedepankan program Pelestarian Candi Borobudur sebagai Cagar Budaya Nasional, terutama dalam aspek pengembangan dan pemanfaatannya.
LIVING MONUMENT
pusaka yang “urip urup,” yang hidup dan terus memancarkan spirit spiritualnya. Candi ini tidak hanya akan menyejahterakan masyarakat, tetapi juga melestarikan kebudayaan sera kehidupan lingkungan alamnya.
Sumber: Lee, Salim. “Sekali Lagi Tentang Chattra.” Diskusi Peringatan Hari Purbakala ke-111, Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Komisariat Daerah D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah, Bugisan, Prambanan, 13 Juni 2024
Leave a Reply