Sila empat dalam pancasila
Dalam menggunakan hak-haknya, umat Buddha Indonesia menyadari perlunya selalu memperhatikan dan mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. Buddha dalam Dhamma Vinaya yang Beliau ajarkan telah memberikan teladan suatu kehidupan kerakyatan (demokrasi) yang sempurna, yang Beliau terapkan dalam lingkungan bhikkhu-sangha.
Kehidupan kerakyatan (demokrasi) dalam lingkungan bhikkhu-sangha ini seyogianya menjadi teladan bagi umat Buddha Indonesia dalam melaksanakan sebaik-baiknya asas kerakyatan (demokrasi) dalam pergaulan masyarakat luas bangsa Indonesia. Dengan diakuinya kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama, maka pada dasarnya tidak boleh ada suatu kehendak yang dipaksakan oleh satu pihak kepada pihak lain.
Manusia Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah. Asas kerakyatan dalam kehidupan suatu bangsa, Buddha telah mengajarkan ‘syarat-syarat bagi kesejahteraan bangsa’ (aparihaniyii dhamma) kepada Yang Arya Ananda, siswa Beliau, yang antara lain sebagai berikut: “Apakah engkau pernah mendengar, Ananda, bahwa kaum Vajji sering mengadakan permusyawaratan, dan adakah permusyawaratan mereka itu cukup banyak pesertanya?” Demikianlah yang saya dengar, bhante, bahwa kaum Vajji sering mengadakan permusyawaratan, dan permusyawaratan mereka itu cukup banyak pesertanya. “Selama kaum Vajji bermusyawarah dan mengakhiri permusyawaratan mereka secara damai, serta menyelesaikan urusan-urusan mereka dalam suasana kerukunan, Ananda, maka dapatlah diharapkan perkembangan mereka, dan bukan keruntuhan”. (Digha Nikaya, Maha Parinibbana Sutta)
Penulis: Herman S, Endro, S.H., Pedoman Penghayatan dan Pembabaran Agama Buddha Mazhab Theravada di Indonesia, Majelis Pandita Buddha Dhamma Indonesia, Jakarta: Yayasan Dhammadipa Arama, 1978.
Leave a Reply