Young Buddhist Association of Indonesia (YBAI) bersama Young Buddhist Association of Malaysia (YBAM) berkolaborasi menggelar pertemuan secara online membahas tentang penyebaran Buddha Dhamma melalui media konvensional seperti Majalah Cetak dan juga Media Sosial, Sabtu (26/8/2023) malam. Bahkan, dalam kajian tersebut YBAI bersama calon biksu (Samanera) membagikan tips cara menghadapi netizen toxic dan curhatan yang ingin bunuh diri.
Dalam pertemuan tersebut, hadir dua narasumber yang mewakili wartawan buddhis senior yang berasal dari Malaysia, kemudian dipadukan dengan dua konten creator buddhis yang berasal dari Indonesia. Keempat narasumber ini sama-sama membagikan pengalamannya dalam menyebarkan ajaran buddha melalui kanal-kanal yang mereka tekuni masing-masing.
Pada kesempatan itu, Editor of Eastern Horizon Benny Liow menjelaskan tentang Eastern Horizon yang merupakan publikasi non-akademis dari YBAM yang bersifat non-profit dan juga tidak mengacu kepada aliran tertentu. Sebagai publikasi yang berusaha menekankan implementasi Buddha Dhamma dalam kehidupan sehari-hari, terdapat tantangan yang dihadapi dari Eastern Horizon seperti minat baca yang semakin rendah dan bagaimana menghadirkan konten yang relevan untuk berbagai kalangan usia. “Namun, prospek dari publikasi ini semakin berkembang dengan bantuan teknologi, kehadiran bentuk digital (e-magazine) untuk meraih audiens yang semakin luas hingga level global,” kata Benny.
Saat itu, Dato’ Keoh Lean Cheaw, Chairperson of Pu Ai Komuniti & Editor oh Buddhist Digest Magazine and ‘Yu Hu’ Children Magazine juga menjelaskan Publikasi Buddhist Digest telah berjalan lama sejak 1972 hingga saat ini. Bahkan, saat ini sudah melakukan Publikasi sebanyak 182 Edisi. Tujuan Utama dari Publikasi Buddhist Digest adalah menyebarkan Buddhadharma melalui Artikel Buddhisme yang dikutip dari berbagai Negara, terutama dari Tiongkok serta Taiwan.
“Sesuai dengan Perkembangan Zaman, Publikasi Buddhist Digest tidak hanya dalam bentuk Publikasi Cetak / Hardcopy, juga terdapatnya Publikasi Digital / Softcopy dengan Desain yang lebih menarik dan lebih berkualitas agar Kalangan Pemuda dapat membaca dalam bentuk e-book,” katanya.
Sementara itu, Samanera Abhisarano, Lecturer of STAB Kertarajasa, Conceptor of Go Mindful & Kepo Podcast YouTube Channel menjelaskan pihaknya mempunyai dua project untuk menyebarkan ajaran-ajaran buddhis. Pertama, ada Kertajasa Podcast (Kepo) Youtube Channel. Kedua, Go Mindful.ID.
“Tujuan dari Kepo Podcast adalah salah satu cara untuk membawa ajaran buddha dhamma kepada masyarat luas melalui media podcast, dengan fokus pada penerapan prinsip-prinsip buddhisme dalam kehidupan sehari-hari. Ini lebih umum pada ajaran-ajaran buddha yang fundamental. Sedangkan Go Mindful lebih fokus pada meditasi,” tegas calon biksu ini.
Menariknya, saat itu Samanera juga membagikan tips menghadapi netizen yang toxic. Menurutnya, dalam beberapa komentar YouTube yang dia kelola, sudah beberapa kali dia dibilang botak atau gundul. Bagi dia, komentar semacam ini sangat menarik dan bisa dijadikan latihan untuk melatih kesabaran. Bahkan, di sisi yang lain komentar semacam ini bisa menjadi bahasan baru bagi dia bersama timnya untuk memberikan penjelasan yang lebih komprehensif tentang berbagai hal yang belum mereka pahami.
“Jadi, toxic people di media social itu justru feedback dari orang yang paling kita tunggu. Kalau bukan mereka justru channel kita tidak akan berkembang, sehingga sebanyak-banyaknya harus kita jaring karena itu yang membuat konten kita menjadi lebih viral, kalau tidak ada mereka konten kita mungkin sepi. Makanya, kalau bisa bikin sesuatu yang sensitive supaya lebih banyak engagement-nya,” ujarnya.
Meski begitu, di sisi yang lain toxic itu adalah bentuk alarm atau warning bagi pengelola konten tersebut bahwa ada batasan-batasan yang meskipun itu benar, tapi tidak seharusnya dibahas. “Jadi, jadikanlah toxic itu sebagai inspirasi untuk kita bisa mendapatkan gagasan atau ide konten berikutnya. Bagi kami, itu menjadi klu yang harus kami perhatikan. Jadi, kita jangan takut kepada mereka, justru itu harta yang sangat berharga bagi kita,” tegasnya.
Berbeda dari Samanera, Chairperson of Publication Committee, Young Buddhist Association of Indonesia Jessclyn Tjandra, mengakui bahwa apabila ada netizen toxic dan sudah tidak bisa diajak komunikasi dengan baik, dia bersama timnya mengambil tindakan tegas dengan mendelet komentar tersebut karena dinilai akan merusah pesan yang akan disampaikan dalam konten yang diupload tersebut. “Tapi kalau masih bisa diajak diskusi dan tidak terlalu parah, tentu kita tetap biarkan,” kata dia.
Apalagi, dia memastikan bahwa YBAI itu adalah perkumpulan muda-mudi buddha yang suka social media dan memberikan dharma melalui social media tersebut, sehingga YBAI itu sangat terbuka untuk siapapun dan merangkul siapapun dan siap berkolaborasi dengan siapapun dan dimana pun. “Kita juga tidak hanya menjadi wadah untuk upload dan share konten di media social, tapi juga menjadi tempat atau wadah bagi kalangan apapun untuk sharing dan konseling dengan kita,” ujarnya.
Ia kemudian mencontohkan ada salah satu followernya yang menceritakan permasalahan dalam hidupnya dan sempat berpikir untuk melakukan aksi bunuh diri. Mendengar cerita tersebut, mereka langsung bergerak cepat dengan mengarahkan ke salah satu satu bante dan vihara untuk mendapatkan konseling lebih dalam.
“Pada intinya yang ingin saya sampaikan dalam kesempatan ini adalah antara media cetak seperti majalah dan media sosial yang kita jalankan ini akan terus berkolaborasi dan terus berjalan beriringan dalam menyebarkan agama Buddha,” pungkasnya.
Leave a Reply