Elshinta.com – Young Buddhist Association bersama Rumi Institute sepakat perlu adanya tanggungjawab sebagai pemeluk agama untuk mempertanggungjawabkan agama itu bisa dipakai untuk perdamaian bukan untuk kekerasan.
“Apabila agama dipakai dengan alasan penertiban sosial dan peraturan agama membuat kekerasan terhadap umat manusia lainnya, maka di situlah agama dipakai oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,” kata pimpinan Sangha Theravada Indonesia Provinsi Jawa Timur serta Dewan Pelindung Young Buddhist Association, Bhante Jayamedho Thera dalam keterangan tertulis yang diterima di Surabaya, Ahad.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam kajian lintas agama bertema “Religion of Love” perspektif agama Islam dan Buddha yang digelar Young Buddhist Association bersama Rumi Institute di Surabaya, Sabtu (6/5). Acara tersebut diikuti oleh lebih dari 100 peserta baik dari Agama Buddha maupun non-Buddha.
Acara yang membahas tentang “Cinta dalam Agama” itu merupakan konsep yang pertama kali digelar di Indonesia dengan diskusi lintas agama Buddha dan Islam tentang karya Jalaluddin Rumi, seorang penyair Sufi asal Persia yang ditafsirkan dalam acara moderasi beragama yang sama-sama memiliki semangat kebaikan kepada sesama dengan cinta yang besar.
Ia menjelaskan, bahwa dengan lepasnya identitas seseorang, maka dengan sesama akan bisa menemukan kebenaran murni, kebenaran yang diperoleh beyond the religion (di luar batas sekat agama).
“Nah, Rumi mengatakan Aku Bukanlah Orang Nasrani, Aku Bukanlah Orang Yahudi, Aku Bukanlah Orang Majusi, Aku Bukanlah Orang Islam. Keluarlah! Lampaui Gagasan Sempitmu Tentang Benar Dan Salah Sehingga Kita Dapat Bertemu Pada ‘Suatu Ruang Murni’ Tanpa Dibatasi Prasangka Atau Pikiran Yang Gelisah,” kata Bhante yang mengutip puisi dari Rumi.
Seharusnya, lata dia, umat beragama memberikan cinta murni kepada alam semesta agar menghasilkan harmoni dan perdamaian seperti matahari yang selalu senantiasa menyinari bumi ini karena cinta murninya.
“Oleh karena itu, saya setuju dengan ucapan dari Mahatma Gandhi yaitu God is Love,” katanya.
Sementara itu, Direktur Rumi Institute Muhammad Nur Jabir menjelaskan, agama Islam dalam tafsirannya melalui karya penyair Sufi, Rumi, menegaskan bahwa dalam menerapkan ajaran agama, kiranya umat beragama seharusnya menerapkan Kasih dan Sayang (Ar Rahman dan Ar Rahim).
“Nah, ketika umat Islam mau melakukan sesuatu sering mengucapkan Bismillahirrohmanirrohim, setiap langkah perbuatannya selalu diikuti kasih dan sayang. Namun mirisnya adalah banyak yang belum mengimplementasikan dua sifat itu meski sudah mengucapkan kata Bismillahirrohmanirrohim. Inilah tanggungjawab kita bersama,” ujarnya.
Menurutnya, saat ini tidak hanya di negara maju, di Indonesia pun khususnya di daerah perkotaan yang memiliki kemudahan mengakses informasi, banyak orang yang memilih menjadi Atheis. “Tren atheis meningkat di Indonesia, hal ini disebabkan orang saat ini mendapatkan pengalaman spiritual yang sesuai dengan kebutuhan sehari-harinya bukan hanya menjalankan perintah agama,” katanya.
Wakil Ketua Young Buddhist Association Limanyono Tanto mengatakan, pertemuan dan silaturahmi semacam itu perlu dihadirkan di tengah-tengah muda-mudi Indonesia untuk saling mengenal antar ajaran. Tujuan akhirnya agar tercipta moderasi dan tenggang rasa antar umat beragama.
“Nah, dari situlah kami berharap rasa persaudaraan dan rasa saling menjaga sebagai saudara antar sesama manusia atas nama cinta,” katanya.
Leave a Reply