Era Pak Harto = Preman Bhikkhu Tatoan Gimana Min?

Di beberapa negara, seperti Thailand, memiliki tato bagi seorang bhikkhu adalah hal yang lazim. Di sana, masyarakat sudah terbiasa melihat para bhikkhu yang dihormati memiliki tato. Tato yang mereka miliki juga sering kali memiliki makna spiritual atau perlindungan diri. Bahkan di negara-negara Barat, seperti Eropa, ada pula bhikkhu yang memiliki tato, dan hal ini sudah diterima oleh masyarakat sebagai bagian dari keberagaman budaya serta ekspresi pribadi.

Era Pak Harto tato memang sering dikaitkan dengan citra preman atau pelanggar norma sosial. Pada masa itu, masyarakat Indonesia umumnya menganggap tato sebagai simbol dari kelompok yang “bermasalah” atau kurang berdisiplin. Karena itu, memiliki tato sering kali dianggap sebagai tanda pemberontakan atau identitas yang terkait dengan kehidupan jalanan dan bukan kehidupan yang tertib. Stigma ini berdampak kuat, terutama bagi figur publik atau tokoh agama yang diharapkan menampilkan citra “bersih” dan “ideal.”

Hingga kini, meskipun pandangan masyarakat mulai berubah, beberapa golongan masih menganggap tato sebagai hal yang bertentangan dengan nilai tradisional dan sopan santun. Maka tak heran, di Indonesia, tokoh agama seperti bhikkhu akan lebih cenderung menghindari tato demi menjaga kepercayaan dan kedekatan dengan masyarakat yang lebih konservatif.

Jadi, apakah seorang bhikkhu boleh bertato? Di Indonesia, meskipun tidak ada larangan yang eksplisit, seorang bhikkhu biasanya memilih untuk tidak memiliki tato agar sesuai dengan harapan masyarakat terhadap sook religius.

Kalau sudah tatoan sebelum jadi bhikkhu Min? Sekali lagi, bukan penilaian mimin, untuk menjawab. Hal itu terkait dengan penerimaan masyarakat pada umumnya, zaman berubah, pandangan zaman pun bisa berubah. Lagi pula, Buddha tidak mengajarkan untuk melihat orang dari luarnya, melainkan dari ucapan, pemikiran, dan perilakunya.