Acara membahas Kemanusiaan di atas Segalanya itu menghadirkan Direktur Jaringan Gusdurian Alissa Wahid, Pimpinan Dewan Pengawas (Mahanayaka) Bhante Nyanasuryanadi Mahathera dan Wakil Ketua Young Buddhist Association Limanyono Tanto.
Alissa Wahid menuturkan tidak ada kekuasaan yang lebih tinggi daripada kemanusiaan. Ini yang menjadi misi Gusdurian dalam tindakan termasuk dalam bidang kemanusiaan. Nilai ini berasal dari filosofi Gus Dur bahwa manusia hidup perlu menekankan pada nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, dan Keadilan. Bukan pada hal matrealistis.
“Batas kemanusiaan itu bisa dilampaui oleh tiga hal yakni cinta, kebebasan dan Tuhan. Tapi kadang umat ini sering lupa bahwa Tuhan ini Maha segalanya, jadi sudah tidak perlu dibela lagi,” kata Alissa dilansir dari Antara.
Mengenai sentimen agama yang kerap muncul dipermukaan, kata Alissa, perlu diperlakukan dengan hati-hati dan dihindari.
“Jadi kalau ada apa pun yang terjadi, bahkan yang terburuk pun terjadi kita tidak lagi bimbang, luwes dan tahu apa yang perlu dilakukan. Kebenaran tidak bisa ditawar,” tegas dia.
Alissa menyebut kaum muda adalah kaum peka hak dan berani untuk membela apa yang diyakini. Di sisi lain kaum muda memiliki kebebasan informasi dan transportasi. Hal ini menyebabkan kaum muda bisa salah arah dan menjadi egoistis dan menjadi sociocentric society.
“Padahal, kalau kita menerapkan nilai-nilai kemanusiaan kita akan sadar apa yang benar-benar penting dan memprioritaskan kepentingan bersama demi terciptanya kebahagiaan dan keharmonisan hidup,” jelasnya.
Pimpinan Dewan Pengawas (Mahanayaka) Bhante Nyanasuryanadi menjelaskan perlunya hidup sebagai manusia yang utuh hal itu bisa dimulai dari diri sendiri.
“Hal sederhana ini sebenarnya bisa dilakukan tetapi banyak orang tidak pernah sadar seutuhnya hidup pada momen saat ini,” ujar Bhante.
Dalam agama Buddha, lanjut dia, kebersamaan antar manusia bukan dilihat dari status sosial maupun gender. Umat seharusnya menempatkan diri dan memiliki kepekaan terhadap ketidakadilan. Mengembangkan kerangka berpikir positif, menjalin interaksi, maupun dialog yang dekat sehingga dapat memahami.
Karena itu, melalui pertemuan lintas agama itu, Bhante berharap dapat menyadarkan semua elemen masyarakat untuk menjadi manusia yang lebih baik dalam menyongsong perayaan Hari Trisuci Waisak.
“Tiga peristiwa Waisak adalah sebuah perjalanan Guru Agung kita, Sang Buddha. Peristiwa ini menjadi teladan yang mengingatkan kita bahwa hidup kita ini sangat berharga, namun memiliki batasan waktu di mana kita akan meninggal,” ujar Bhante.
Wakil Ketua Young Buddhist Association Limanyono Tanto mengatakan, pertemuan dan silaturahmi lintas tokoh agama perlu dihadirkan. Agar muda-mudi Buddhis Indonesia dapat saling mengenal antar ajaran.
“Kami berharap agar muda-mudi Buddhis di Indonesia menjadi pionir toleransi dan belajar kebaikan dari tokoh agama lain,” kata Limanyono Tanto.
Young Buddhist Association (YBAI) mengadakan perayaan Vesak Festival di Atrium Mall Tunjungan Plaza 3 pada 31 Mei hingga 4 Juni dengan tema Harmony in The Middle Way. YBAI mempersembahkan hari besar agama Buddha untuk memperkokoh moderasi beragama dari sudut pandang ajaran dan sejarah agama Buddha.
Leave a Reply