“Banyak anak, banyak rezeki” adalah nasihat lama yang sering dianggap memberi penekanan pada pentingnya keluarga besar. Di era modern, gagasan ini semakin dipertanyakan, terutama dengan adanya Keluarga Berencana (KB) sebagai upaya mengatur jumlah anak demi kualitas hidup yang lebih baik. Pertanyaannya: apakah KB dilarang dalam agama Buddha? Mari kita telusuri lebih dalam dari perspektif Buddhis.
Ajaran Buddha menekankan pada kualitas hidup batin, kasih sayang, dan tanggung jawab, namun tidak mengatur secara spesifik soal jumlah anak yang harus dimiliki seseorang. Dalam Buddhisme, tidak ditemukan larangan eksplisit terhadap Keluarga Berencana (KB). KB bukanlah pelanggaran, melainkan keputusan yang dapat diambil berdasarkan pertimbangan batin yang matang.
kualitas hubungan dan kesejahteraan batin lebih diutamakan dibandingkan dengan kuantitas. Memiliki banyak anak bukanlah jaminan kebahagiaan atau kelimpahan rezeki; bahkan, dalam banyak kasus, bisa menjadi sumber tekanan tersendiri bila orang tua belum sip secara emosional, finansial, atau spiritual. Prinsip “banyak anak, banyak rezeki” sebenarnya bisa dipahami sebagai kebahagiaan dari ikatan keluarga yang erat, tetapi ini tidak selalu terkait dengan jumlah anggota keluarga.
Keluarga Berencana Rezeki bukan hanya tentang jumlah anggota keluarga, tetapi kualitas kebahagiaan yang dicapai bersama. ajaran Buddha menekankan pentingnya tanggung jawab batin dan kasih sayang yang dapat menjadi landasan dalam keputusan mengenai jumlah anak.
Kehidupan spiritual yang seimbang, penuh kasin, dan bijaksana adalah rezeki yang sebenarnya. Melalui KB, keluarga dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembang, baik secara fisik maupun spiritual.
Leave a Reply