Coba bayangin kamu lagi duduk bersila, siap bermeditasi, terus bukannya bilang “Om.…..”, kamu malah bilang, “Pakde… Bude… Bibi.…..” Wah, yang ada bukan tercerahkan, tapi disangka lagi manggil keluarga buat makan tumpeng. Nah, mari kita bahas kenapa pembukaannya bukan nama keluarga, tapi justru satu suku kata yang terdengar sangat sakral: Om.
Dalam banyak ajaran spiritual, termasuk ajaran Buddha, “Om” adalah suara awal semesta. la bukan sekadar kata, tapi bunyi universal, getaran pertama yang dipercaya muncul sebelum semua bentuk lahir. Sebelum ada galaksi, gunung, bahkan sebelum kamu merasa baper karena chat cuma dibaca doang, semesta ini katanya sudah bersuara: “Om…”
Dalam bahasa Sanskerta, “Om” terdiri dari tiga huruf: A (kelahiran), U (kehidupan), dan M (pelepasan), yang mewakili tubuh, ucapan, dan pikiran, juga masa lalu, kini, dan masa depan. Meskipun dalam aksara Tibet kadang ditulis dengan bentuk menyerupai “Hum”, bunyinya tetap’ “Om.” Dalam ajaran Buddha, “Om” digunakan di awal banyak mantra sebagai penyuci batin dan pembuka jalur menuju kesadaran sejati. la bukan sekadar pembuka kalimat, tapi simbol harmoni universal.
Mantra bukan buat manggil orang. la adalah kunci untuk menyentuh dimensi batin yang lebih dalam. “Om” itu ibarat tombol start rohani, kalau gak ditekan, perjalanan ke dalam diri gak bakal nyala. Bukan nama tokoh, bukan panggilan keluarga, tapi frekuensi yang menyelaraskan kamu dengan sunyi yang menyembuhkan.
Mengucapkan “Om” dengan perlahan menciptakan resonansi yang terasa sampai ke dada. Suaranya bisa menenangkan, mengendapkan pikiran yang biasanya ramai. Gak heran kalau para praktisi memakai “Om” sebagai cara untuk menyatukan tubuh, ucapan, dan pikiran dalam satu titik diam. Dibanding notif grup keluarga, jelas lebih damai.
Jadi, kalau kamu membaca atau mengucapkan mantra dalam tradisi Buddhis yang diawali dengan “Om,” kamu sedang membuka gerbang menuju keheningan batin. Aksaranya boleh terlihat seperti “Hum,” tapi makna dan bunyinya tetap “Om”. -suara semesta yang menyatukan, bukan memanggil saudara satu per satu. Cukup satu: “Om.” Sisanya? Tarik napas, tenangkan hati.
Leave a Reply