Dalam kosmologi Buddhis, Asura adalah makhluk yang penuh ambisi, iri hati, dan tidak pernah puas dengan apa yang mereka miliki. Mereka selalu berperang, bukan karena kebutuhan, tetapi karena hasrat untuk menang, mendapatkan pengakuan, dan membuktikan superioritas mereka. Menariknya, sifat-sifat ini masih sangat relevan dalam kehidupan manusia modern, terutama di era media sosial.
Di zaman sekarang, perang Asura dapat dilihat dalam bentuk lain: kompetisi di media sosial. Banyak orang berlomba-lomba untuk mendapatkan validasi melalui jumlah like, komentar, dan followers. Mereka merasa harus selalu terlihat lebih sukses, lebih bahagia, dan lebih sempurna dari orang lain.
Seperti Asura yang selalu membanding kan dirinya dengan para dewa, manusia modern sering kali membandingkan hidupnya dengan versi terbaik orang lain di media sosial, yang pada akhirnya hanya memicu ketidakpuasan dan iri hati.
Asura terus berusaha menyerang alam para dewa karena mereka merasa tidak cukup dihargai. Ini mirip dengan orang-orang yang merasa kurang dihormati atau kurang dihargai dalam kehidupan nyata, sehingga mereka mencari pengakuan dengan berbagai cara -mulai dari pamer pencapaian, konsumsi berlebihan, hingga konflik terbuka untuk membuktikan diri.
Namun, seperti halnya Asura yang selalu kalah dan kembali memulai pertarungan baru, manusia yang terjebak dalam siklus ini tidak akan pernah benar-benar merasa puas. Dalam praktik modern, praktiknya membatasi konsumsi media sosial, lebih fokus pada kehidupan nyata, dan mengembangkan rasa syukur atas apa yang sudah dimiliki.
Alam Asura bukan hanya cerita mitologi, tetapi juga cerminan psikologis dari dunia modern. Selama manusia masih terjebak dalam ambisi tanpa batas dan haus akan pengakuan, ‘perang Asura’ akan terus terjadi, hanya dalam bentuk yang berbeda. Dengan kesadaran dan latihan spiritual, kita bisa berhenti berperang dan menemukan kedamaian sejati.
Leave a Reply