Agama Buddha menekankan non-kekerasan (ahimsa). sementara militer identik dengan kekuatan dan paksaan. Jika pemerintahan dipimpin oleh militer, ada risiko keputusan yang lebih mengandalkan koersif daripada welas asih, bertentangan dengan nilai avirodha (tidak menindas) dan akkodha (bebas dari kebencian) Secara moral, Buddhisme tidak mendukung kekuasaan yang diperoleh atau dipertahankan dengan kekerasan. Bahkan ketika kekerasan digunakan dengan dalih kebaikan, karma buruk tetap mengikuti.
Sudut pandang dalam agama Buddha tidak melihat dunia dalam hitam-putih. Dalam situasi tertentu, perang defensif atau keterlibatan militer untuk melindungi yang lemah dapat dianggap sebagai pilihan “terpaksa benar.” Meski demikian, Buddha menekankan agar tindakan itu tidak dilandasi kebencian, melainkan niat melindungi. Prinsip ini menantang pemimpin militer Buddhis untuk bertindak demi kebaikan tanpa terjerumus dalam dendam atau keserakahan.
Ven. Dr. K. Sri Dhammananda menyatakan bahwa umat Buddha tidak boleh menjadi agresor, tetapi membela diri bisa menjadi keharusan jika tak ada pilihan lain. Namun, jalan damai harus selalu diutamakan, dan perang hanya menjadi opsi terakhir. Agama Buddha memahami kewajiban duniawi seperti bela negara, tetapi mengingatkan bahwa itu adalah Dharma terpaksa, bukan kebanggaan.
Pasca konflik agama Buddha mendorong rekonsiliasi untuk memutus siklus kekerasan. Buddha memuji pemimpin yang memperlakukan pihak kalah dengan welas asih, seperti Raja Ashoka yang merangkul rakyat negeri taklukannya. Pemimpin militer yang berkuasa seharusnya memulinkan bangsa, bukan menindasnya.
Keseimbangan, berupaya menyeimbangkan realitas politik dengan etika Dhamma melalui pendekatan jalan tengah: tidak naif meniadakan militer sepenuhnya, tetapi mengendalikan penggunaan kekuatan dengan kebijaksanaan dan bels kasih. Seorang pemimpin militer yang memegang jabatan sipil diharapkan oleh agama Buddha untuk mengubah pendekatannya menjadi pembawa harmoni, bukan lagi panglima perang.
Apabila prinsip-prinsip Dhamma seperti tanpa kekerasan, keadilan, kesabaran, dan kasih sayang dijadikan landasan, maka keterlibatan latar militer tidak akan menjadi masalah besar. Namun bila yang terjadi justru sebaliknya – kekuasaan disalahgunakan untuk menindas – maka hal itu jelas bertentangan dengan ajaran Buddha dan akan menuai konsekuensi buruk, baik secara sosial maupun karma.
Agama Buddha mendorong agar pada akhirnya, perdamaian dan kesejahteraan semua makhluklah tujuan tertinggi dari segala bentuk pemerintahan, apa pun latar belakangnya.
Leave a Reply