Dalam pandangan Buddha, kemiskinan hanyalah salah satu kondisi yang selalu berubah (anicca). Nilai seseorang tidak diukur dari harta, melainkan dari bagaimana dia menjaga moralitas (sila), melatih pikiran (samadhi), dan mengembangkan kebijaksanaan (panna).
Meskipun miskin secara materi, jika kita berderma dengan tulus, pintu menuju kebahagiaan tetap terbuka. Namun, untuk mencapai tingkat kesucian tidak cukup hanya dengan satu perbuatan baik. Buddha mengajarkan bahwa untuk mencapai kesucian, kita harus melatih diri secara menyeluruh, termasuk menjaga sila, mengasah konsentrasi, dan memperdalam kebijaksanaan.
Contohnya kisah punna, yang meski miskin, tetap berdana dengan tulus. Punna melihat buddha berpindapatta dan berniat mendanakan roti kasar, namun ragu. Buddha menerima roti itu, meminta ananda thera menggelar tikar, dan memakannya. Setelah itu, buddha menjawab kebingungan punna: “Kau tak bisa tidur karena miskin dan harus bekerja keras, sama seperti para bhikkhu-ku yang selalu waspada.”
Kesimpulannya. Kemiskinan bukan alasan untuk berderma dengan tulus. Tetaplah berbuat baik, jaga sila, dan latih batin, karena itulah jalan menuju kemajuan spiritual, termasuk mencapai kesucian.
Buddha : dalam syair 226, khuddaka nikaya, sutta pitaka, mereka yang senantiasa sadar, tekun melatih diri sing dan malam, selalu mengarahkan batin ke nibbana, maka semua kekotoran batin dalam dirinya akan musnah.
Leave a Reply