Kematian adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan yang juga mendapat perhatian besar dalam Ajaran Buddha. Dalam sutta, kematian sering dibahas melalui berbagai kisah inspiratif seperti pengalaman Pangeran Siddharta yang menjadi awal pencariannya akan kebebasan dari siklus kelahiran dan kematian, serta cerita gadis penenun yang mencapai tingkat kesucian setelah merenungkan ketidakkekalan hidup. Kisah lain adalah pengalaman Anathapindika yang meninggal dengan tenang berkat bimbingan Buddha dan muridnya.
Ada tiga fenomena mental yang diungkapkan dalam Ajaran Buddha, yang bisa menjadi panduan untuk menghadapi momen ini dengan lebih bijaksana.
– Kamma: Perbuatan baik atau buruk yang muncul di pikiran menjelang ajal, memengaruhi kelahiran berikutnya.
– Kamma Nimitta: Tanda simbolis dari perbuatan sebelumnya, seperti barang atau objek yang mengindikasikan alam kelahiran selanjutnya.
– Gati Nimitta: Gambaran jelas tentang alam kelahiran berikutnya, misalnya kereta surgawi yang terlihat oleh Dhammika.
Walaupun konsep tentang kematian dibahas secara terperinci dalam Ajaran Buddha, namun, sesungguhnya tidak ada yang betul-betul bisa menembusinya secara langsung, kecuali kalau memang sudah waktunya. Oleh sebab itu, boleh dibilang, kematian mash begitu “misterius”.
Dengan demikian, daripada repot membayangkan peristiwa yang bakal terjadi jelang kematian, lebih baik, kita menggunakan waktu yang masih kita punya untuk melakukan semug hal baik yang bisa dilakukan. Mulai dari mengembangkan kemurahan hati, melaksanakan sila, dan melatih meditasi.
Jika semua hal baik dilaksanakan, maka ketakutan terhadap kematian bisa berkurang, Ibarat seorang pengembara yang sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebaik mungkin, kalau seseorang mempunyai banyak “bekal kebajikan”, maka semuanya akan berlangsung dengan lebih mudah.
Demikian pula, orang yang sudah “menabung” banyak kebaikan dalam hidupnya berpeluang besar menyambut kematian tapa rasa khawatir yang berlebihan.
Leave a Reply