Jatim –Young Buddhist Association bersama studiagama.id menggelar kajian lintas agama bertema “Kemanusiaan Penuh Perempuan”, Senin, 23 Januari 2023 sore.
Kajian yang dilakukan via Live Instagram itu menghadirkan dua tokoh dari dua agama, yaitu Attasilani Gunanandini, Ketua Atthasilani Theravada Indonesia (Astinda) dari agama Buddha, dan Dr. Nur Rofiah, Pengurus Majelis Musyawarah KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia) dari agama Islam. Acara itu dipandu langsung oleh Founder @studiagama.id, Tri Indah Annisa. Kajian itu live di tiga akun Instagram sekaligus, yaitu di @studiagama.id, @nrofiah, dan @youngbuddhistassociation.
Acara fenomenal itu diikuti dan disaksikan langsung oleh sekitar 700 pengguna Instagram. Pada kesempatan itu, Tokoh Agama Buddha Attasilani Gunanandini menjelaskan perempuan pada masa kehidupan Buddha, apalagi saat itu masih dipengaruhi oleh peradaban sebelumnya, memang perempuan itu dianggap sebagai sesuatu yang nomor dua, bukan primer. Namun, tambahnya, sebenarnya saat itu cara pandang Buddhis berbeda dengan konstruksi sosial masyarakat masa itu, karena Buddhis sendiri atau cara pandang agama Buddha melihat bahwa perempuan itu adalah sepenuhnya manusia.
“Nah, manusia dalam konteks agama Buddha berasal dari manu dan usa. Manu itu yang punya pikiran, dan usa itu adalah yang kualitasnya bisa meningkatkan levelnya. Jadi, bisa dikembangkan dalam level yang tanpa batas, baik perempuan maupun laki-laki,” kata Attasilani. Menurutnya, memang ada perbedaan secara bilogis antara perempuan dan laki-laki. Namun, peran dan kedudukannya tidak berbeda dan hal itu dibuktikan pada masa kehidupan Buddha sendiri. Bahkan, perempuan itu diangkat statusnya oleh sang Buddha dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan spiritual.
“Jadi, perempuan itu bisa memiliki kemampuan intelektual dan spiritual yang sama dengan laki-laki,” ujarnya. Di agama Buddha, ada dua jenis kehidupan yang dianjurkan oleh sang Buddha. Pertama, kelompok yang menjalani kehidupan rumah tangga layaknya pasangan suami istri pada umumnya. Kedua, kelompok yang meninggalkan rumah tangga, tujuannya bukan hanya tidak berumah tangga, tapi punya tujuan spiritual tertinggi yang artinya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
“Pada saat sekarang ini pun, Buddhis sendiri memberikan keleluasaan terhadap peran perempuan dalam memilih kehidupan mereka, mengembangkan potensi mereka mau jadi apa, dan berkarya seperti apa. Tujuannya agar perempuan ini memiliki kebebasan dalam mengembangkan dirinya. Ini sangat baik karena perempuan diposisikan sebagai manusia seutuhnya dalam konteks ajaran Buddha,” imbuhnya. Oleh karena itu, melalui pertemuan dan kajian ini dia berharap dapat menyadarkan semua perempuan dan dapat mengambil pelajaran.
Leave a Reply