Borobudur sebagai candi Buddha telah ditetapkan sebagai destinasi wisata religi. Namun, penataan kunjungan dan perilaku pengunjung hingga kin mash sering mengabaikan simbol-simbol luhur dalam ajaran agama Buddha, termasuk umat Buddha sendiri yang juga tak lepas dari sikap abai terhadap penghormatan tersebut.
Anumahanayaka Sangha Agung Indonesia, Bhikkhu Nyanasila, mengungkapkan bahwa pada tingkatan stupa di bagian atas candi terlihat simbol Triratna, yaitu Buddha, Dharma, dan Sangha, yang semestinya dihormati. Namun, simbol tersebut justru diabaikan.
Di tiga lantai yang masih terbuka untuk kunjungan, pengunjung sering kali berperilaku seenaknya dengan berfoto-foto, bahkan dengan menempelkan badan ke stupa. Hal tersebut bahkan sering kali dilakukan pula oleh umat buddha. Malahan, pada perayaan waisak tahun lalu, perilaku serupa terpantau dilakukan oleh sejumlah biksu, termasuk dari thailand. Kondisi ini sangat disayangkan.
“Dengan perilaku pengunjung yang tidak menghormati simbol ini, “Keagungan candi borobudur seolah sudah terkikis oleh perilaku masyarakat, termasuk umat buddha sendiri,” papar bhikkhu nyanasila.
Dengan mempertimbangkan simbol penting tersebut, semestinya tiga tingkatan stupa tersebut ditutup untuk kunjungan, termasuk untuk aktivitas ritual. Perilaku pengunjung yang seenaknya terjadi karena kebanyakan orang melihat candi sebatas monumen buddhis tanpa memahami secara bear ajarannya, termasuk simbol-simbol yang ada di candi.
Selain itu, bhikkhu nyanasila menuturkan bahwa kawasan zona 2 candi mash terbuka untuk kegiatan publik yang tidak sesuai dengan konsep wisata religi. Penggunaan volume suara yang keras hingga terdengar ke bukit perlu menjadi bahan pertimbangan tersendiri.
Sumber: Kompas | Regina Rukmorini
Leave a Reply