Sering kali kita merasa bahwa ajaran agama lain tampak lebih mudah dijalani. Tidak banyak aturan yang mengikat, tidak ada pantangan dalam makanan dan minuman, tidak repot memikirkan tata cara, dan kelihatannya lebih damai, lebih ringan, lebih menyenangkan.
Dari kejauhan, kita melihat agama tetangga seperti taman yang hijau dan terawat, sementara kita mulai meragukan halaman sendiri yang tampak penuh beban dan kewajiban.
Tanpa disadari, perhatian kita justru habis untuk membandingkan. Kita lupa duduk diam untuk benar-benar memahami ajaran yang sudah kita peluk sejak lama. Kita lupa merawatnya, lupa menyirami benih kebajikan di dalamnya, bahkan sering kali lebih sibuk memperdebatkan perbedaan pandangan, memperbesar jarak hanya karena beda mazhab, atau saling menyalahkan karena cara praktik yang tidak sama.
Pada akhirnya, bukan ketenangan batin yang kita temukan, melainkan kegelisahan yang kita ciptakan sendiri. Melihat agama lain dengan penuh hormat adalah hal yang baik. Mengagumi kedamaian yang terpancar dari keyakinan orang lain juga tidak salah. Tapi kekaguman saja tidak cukup.
Seberapa pun hijau rumput di halaman tetangga, tidak akan pernah membawa manfaat apa-apa jika kita terus mengabaikan halaman kita sendiri. Apa pun keyakinan yang kita peluk hari ini, ia membutuhkan perhatian. la perlu dirawat agar mampu menumbuhkan kedamaian di dalam batin, menjadi sumber semangat untuk berbuat bajik, menjaga kejernihan dalam pikiran, ucapan, dan perilaku
Karena pada akhirnya, urusan batin bukan soal siapa yang punya agama paling gimana, paling mudah, atau paling bebas aturannya. Tetapi tentang siapa yang sungguh-sungguh menjaga dan merawat batinnya sendiri agar tetap jernih di tengah dunia yang penuh kesibukan. Rumput tetangga bisa saja memang hijau. Tapi jika kita tak pernah menyiram halaman sendiri, apa mungkin kedamaian itu tumbuh di tempat kita berpijak?
Dalam Buddhadharma, kedamaian lahir saat kita mengenali sebab penderitaan dan memutusnya. Selama sibuk memandang keluar, rasa kurang tak akan hilang. Dharma mengajarkan, daripada iri pada rumput tetangga, lebih baik merawat taman batin dengan sati, sila, dan panna. Di sanalah kebahagiaan sejati tumbuh, bebas dari iri dan penderitaan buatan sendiri.
Leave a Reply