Dua prinsip kunci dalam hidup monastik Theravada adalah santutthi (puas dengan sedikit, apa adanya) dan aparigraha (tidak menimbun/melekat pada kepemilikan materi). Memiliki atau menggunakan campervan tentu menimbulkan pertanyaan: apakah ini melanggar semangat kesederhanaan tersebut? Campervan modern dengan fasilitas seperti kasur empuk dan listrik bisa mengurangi kekhusyukan. Karena itu, bhikkhu senior mungkin mempertanyakan manfaatnya bagi pencapaian Nibbana. Kesederhanaan tetap terjaga jika campervan diperlakukan layaknya gubuk biasa, tanpa kemewahan dan tanpa keterikatan.
Pandangan Bhikkhu Senior atau Otoritas Sangha Singkatnya, otoritas Sangha dan para Thera senior menekankan kehati-hatian. Mereka mengingatkan agar penggunaan teknologi modern seperti campervan tidak menggerus jiwa pengembaraan dan kesederhanaan bhikkhu. Selama aturan dasar tidak dilanggar dan niatnya benar, hal ini bukan pelanggaran berat, tetapi tetap dipandang “tidak ideal” dalam kehidupan monastik.
Di berbagai negara: Campervan bukanlah bagian umum dari kehidupan bhikkhu Theravada, terutama di Asia di mana infrastruktur vihara sudah mapan. Di negara-negara Barat, terdapat contoh penggunaan karavan/van sebagai solusi sementara atau inovatif, namun tetap dikelola hati-hati agar tidak melanggar Vinaya. Penggunaan campervan lebih dilihat sebagai pengecualian berdasarkan kebutuhan praktis (misal, belum ada vihara, kegiatan menyebarkan Dhamma) daripada kebiasaan lazim.
Aturan tentang Tempat Tinggal (Kuti): Vinaya Pitaka mengatur jenis-jenis tempat tinggal yang boleh digunakan bhikkhu, misalnya gubuk (kuti) dengan ukuran tertentu, gua, dibawah pohon, dsb. Tidak ada larangan mengenai bentuk khusus kuti selain ketentuan ukurannya dan syarat dasar (harus punya atap dan pintu, terutama saat musim hujan). Selama musim vassa (musim hujan), bhikkhu dilarang tinggal di tempat terbuka atau tempat tanpa pintu yang dapat dikunci & tujuannya agar memiliki perlindungan yang memadai.
Campervan, jika diparkir dan digunakan sebagai tempat tinggal, pada dasarnya memenuhi kriteria kuti karena memiliki atap, dinding, dan pintu. Vinaya tidak melarang bhikkhu tinggal di tempat tertutup semacam itu; bahkan gubuk kayu, gua, atau gubuk jerami diperbolehkan. Jadi dari sudut aturan tempat tinggal, sebuah campervan dapat berfungsi sebagai kuti selama penggunaannya mematuhi aturan (misalnya tidak berpindah-pindah selama vassa dan tidak mewah berlebihan) Intinya, Vinaya tidak secara spesifik melarang “rumah bergerak” – fokus aturannya lebih pada tidak mengemudi atau memiliki kendaraan tersebut secara pribadi dan tetap menjaga kesederhanaan.
Kesimpulan manfaat vs tantangan: Penggunaan campervan oleh bhikkhu Theravada memiliki manfaat spesifik dalam kondisi tertentu, seperti mobilitas tinggi, menjangkau tempat terpencil, dan fleksibilitas sebagai vihara berjalan. Beberapa contoh modern menunjukkan hal ini bisa dilakukan dengan niat yang baik. Namun, tantangannya cukup besar, baik dari sisi kepatuhan Vinaya, persepsi masyarakat, hingga resiko kenyamanan fisik yang berpotensi mengganggu disiplin batin.
Oleh karena itu, bila seorang bhikkhu mempertimbangkan opsi ini, ia perlu menimbang dengan bijaksana: Apakah manfaat spiritualnya lebih besar daripada mudaratnya? la harus berkonsultasi dengan para pembimbing dan memastikan tetap berpegang pada prinsip monastik di manapun “kuti bergerak”-nya berada. Dengan integritas dan dukungan yang tepat, campervan bisa digunakan selaras dengan nilai-nilai monastik – tetapi membutuhkan tekad kuat untuk tetap sederhana di tengah fasilitas modern.
Leave a Reply