Pernah dengar istilah “ke wihara, uang transport bisa direimburse atau pulang dikasih angpao”? Hal seperti ini tampaknya sepele, tapi sebenarnya berpotensi merusak makna berdana yang sesungguhnya. Dana seharusnya dilandasi oleh niat yang murni untuk memberikan tanpa mengharapkan imbalan. Ketika diberi insentif, motivasi berdana menjadi tidak lengkap dan malah mengarah pada akusala (pikiran tidak bermanfaat), yang tent bertentangan dengan tujuan mulia praktik spiritual.
Motivasi pengurus wihara untuk mengajak lebih banyak umat datang tentu tidak salah. Bahkan, membangun relasi dan menjalin jodoh baik dengan umat adalah bagian dari tugas mulia sebuah wihard. Namun, pendekatan yang digunakan harus selaras dengan ajaran Buddha, yaitu membangun kesadaran umat, bukan menarik perhatian melalui cara instan yang justru mengikis nilai spiritual itu sendiri.
Member insentif material hanya membuat mereka melihat wihara sebagai tempat “transaksi,” bukan transformasi. Pendekatan yang instan mungkin menghasilkan keramaian sesaat, tetapi tidak memberikan manfaat jangka panjang bagi wihara maupun umat. Bersama-sama Umat Buddha dan pengurus wihara harus bersama-sama menjaga keutuhan nilai spiritual. Jangan sampai upaya menarik umat ke wihara dilakukan dengan cara yang melunturkan esensi berdana.
Sebaliknya, mari fokus pada cara-cara yang membawakebaikan, meningkatkan kesadaran, dan membangun hubungan yang berlandaskan kebijaksanaandan kasih sayang. Nanggung kalau hanya ongkos bensin sama angpao guys. Kenapa ga sekalian, kuota internet bulanan, voucher makan, biaya kuliah, biaya kopi, dan outfit…
Kira-kira gimana menurut kalian? Ke wihara dapat “tunjangan”? Share dong, pendapat kalian…
Leave a Reply