KBRN, Surabaya – Young Buddhist Association bersama Rumi Institute menggelar kajian lintas agama bertema “Religion of Love” perspektif agama Islam dan Buddha, Sabtu (06/05/2023) sore.
Kajian yang dilakukan di Voza Coworking Space itu menghadirkan dua narasumber atau dua tokoh dari dua agama, yaitu Bhante Jayamedho Thera yang merupakan Pimpinan Sangha Theravada Indonesia Provinsi Jawa Timur serta Dewan Pelindung Young Buddhist Association dari agama Buddha, dan Muhammad Nur Jabir yang merupakan Direktur Rumi Institute dari agama Islam.
Acara itu dipandu langsung oleh Koordinator Relasi Sangha Vesak Festival, Defri Pranata. Acara yang membahas tentang “Cinta dalam Agama” itu merupakan konsep yang pertama kali digelar di Indonesia dengan diskusi lintas agama Buddha dan Islam tentang karya Jalaluddin Rumi, seorang penyair Sufi asal Persia yang ditafsirkan dalam acara moderasi beragama yang sama-sama memiliki semangat kebaikan kepada sesama dengan cinta yang besar. Acara ini diikuti oleh lebih dari 100 peserta baik dari Agama Buddha maupun non-Buddha.
Pada kesempatan itu, Tokoh Agama Buddha Bhante Jayamedho menjelaskan bahwa dengan lepasnya identitas seseorang, maka dengan sesama akan bisa menemukan kebenaran murni, kebenaran yang diperoleh beyond the religion (di luar batas sekat agama).
“Nah, Rumi mengatakan Aku Bukanlah Orang Nasrani, Aku Bukanlah Orang Yahudi, Aku Bukanlah Orang Majusi, Aku Bukanlah Orang Islam. Keluarlah! Lampaui gagasan sempitmu tentang benar dan salah sehingga kita dapat bertemu pada ‘suatu ruang murni’ tanpa dibatasi prasangka atau pikiran yang gelisah,” kata Bhante yang mengutip puisi dari Rumi.
Menurutnya, perlu adanya tanggungjawab sebagai pemeluk agama untuk mempertanggungjawabkan agama itu bisa dipakai untuk perdamaian bukan untuk kekerasan (violence). Bagi dia, apabila agama dipakai dengan alasan penertiban sosial dan peraturan agama membuat kekerasan terhadap umat manusia lainnya, maka disitulah agama dipakai oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.
“Seharusnya umat beragama memberikan cinta murni kepada alam semesta agar menghasilkan harmoni dan perdamaian seperti matahari yang selalu senantiasa menyinari bumi ini karena cinta murninya. Oleh karena itu, saya setuju dengan ucapan dari Mahatma Gandhi yaitu God is Love,” ujarnya.
Di agama Buddha, ada ajaran cinta tidak bersyarat (unconditional love), dimana seseorang bisa mencintai dengan tidak beresiko dan tidak menderita hanya karena adanya syarat-syarat yang tidak dipenuhi.
“Pada saat sekarang ini pun, umat Buddha bisa berbahagia bukan karena dicintai tetapi memberikan cinta. Apabila kita meminta untuk dicintai maka adanya penderitaan siap mengikuti apabila tidak sesuai dengan harapan kita dan syarat-syarat yang kita inginkan,” imbuhnya.
Oleh karena itu, melalui pertemuan dan kajian ini Bhante berharap dapat menyadarkan semua elemen masyarakat. “Semoga kita tercerahkan bahwa Tuhan merupakan agama dari pecinta bukanlah orang yang suka menggunakan agama untuk kekerasan. Kejahatan seharusnya dibalas dengan kebaikan, ubahlah marah menjadi ramah,” tegasnya.
Sementara itu, Tokoh agama Islam Muhammad Nur Jabir juga menjelaskan agama Islam dalam tafsirannya melalui karya penyair Sufi, Rumi, menegaskan bahwa dalam menerapkan ajaran agama, kiranya umat beragama seharusnya menerapkan Kasih dan Sayang (Ar Rahman – Ar Rahim).
“Nah, ketika umat Islam mau melakukan sesuatu sering mengucapkan Bismillahirrohmanirrohim, setiap langkah perbuatannya selalu diikuti kasih dan sayang. Namun mirisnya adalah banyak yang belum mengimplementasikan dua sifat itu meski sudah mengucapkan kata Bismillahirrohmanirrohim. Inilah tanggungjawab kita bersama,” tegasnya.
Menurutnya, saat ini tidak hanya di negara maju, di Indonesia pun khususnya di daerah perkotaan yang memiliki kemudahan mengakses informasi, banyak orang yang memilih menjadi Atheis. “Tren atheis meningkat di Indonesia, hal ini disebabkan orang saat ini mendapatkan pengalaman spiritual yang sesuai dengan kebutuhan sehari-harinya bukan hanya menjalankan perintah agama,” katanya.
Meski begitu, ia pun menyadari bahwa hidup itu adalah proses, dalam tafsiran Sufi, umat beragama seharusnya jauh dari kekerasan dan akan menuju ke tahap kebijaksanaan.
“Ketika kita sudah menjalankan ajaran agama, kita akan perlahan melepaskan duniawi lalu masuk ke dalam tahap Kebatinan lalu ke tahap Fana serta akhirnya kita menuju Arifa,” katanya.
Wakil Ketua Young Buddhist Association Limanyono Tanto, mengatakan pertemuan dan silaturahmi semacam ini sangat perlu dihadirkan di tengah-tengah muda-mudi Indonesia untuk saling mengenal antar ajaran. Tujuan akhirnya agar tercipta moderasi dan tenggang rasa antar umat beragama.
“Nah, dari situlah kami berharap rasa persaudaraan dan rasa saling menjaga sebagai saudara antar sesama manusia atas nama cinta,” katanya.
Ia juga menjelaskan bahwa Agama dan Cinta itu ibarat dua mata koin. Oleh karena itu, ia mengaku sangat bersyukur bisa terlaksananya Talkshow Religion of Love ini dengan doa restu oleh Bhante Jayamedho dan ketersediaan Rumi Institute untuk mau menghadirkan Bapak Muhammad Nur Jabir selaku ahli dalam menerjemahkan karya penyair Sufi, Rumi ke Bahasa Indonesia yang dimana bukunya bisa diakses dengan mudah.
“Kami juga muda-mudi buddhis menjelang perayaan waisak ini bisa belajar dari kedua tokoh agama pada acara ini, yaitu semua agama sepakat untuk memberikan cinta kepada alam semesta dengan jalan masing-masing dan akhirnya kita berjumpa pada titik temu kebahagiaan bagi kita semua,” pungkasnya.
Leave a Reply