Apakah kita tahu bahwa Mochtar Lubis sudah menulis kritik tajam tentang karakter bangsa Indonesia sejak tahun 1977? Dalam ceramahnya di Taman Ismail Marzuki yang kemudian dibukukan dengan judul “Manusia Indonesia”, ia mengemukakan tujuh sifat yang menghambat kemajuan bangsa. Kini, hampir setengah abad berlalu, di tahun 2025, apakah kita sudah berubah? Atau, jangan-jangan, cermin yang diangkat Lubis masih memantulkan wajah yang sama?
Menurut Mochtar Lubis, manusia Indonesia memiliki tujuh karakter negatif :
Sayangnya, delapan puluh tahun setelah merdeka, sifat-sifat ini masih sangat relevan. Korupsi, feodalisme politik, gosip, dan budaya konsumtif masih nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kita sudah merdeka secara politik, tapi apakah kita benar-benar merdeka secara karakter? Atau masih terpenjara oleh kemunafikan dan kebodohan batin? Jika Mochtar Lubis masih ada, mungkin ia akan sedih karena cermin yang ia angkat pada tahun 1977 masih memantulkan wajah yang sama.
Analisis Mochtar Lubis ternyata sejalan dengan ajaran Buddha. Dalam Buddhisme, akar segala penderitaan disebut sebagai tiga racun batin:
Untuk mengatasi ini, ajaran Dharma menawarkan solusi:
Perubahan karakter bangsa tidak akan terjadi tanpa perubahan individu. Seperti yang dikatakan Buddha, “Jadilah lampu bagi dirimu sendiri.”
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan dunia pada usia 100 tahun kemerdekaan. Namun, apa artinya bonus demografi dan sumber daya melimpah jika manusianya masih dikuasai oleh tujuh sifat negatif yang sama sejak 1977? Young Buddhist Association (YBA) mengajak generasi muda Buddhis dan seluruh warga Indonesia untuk memulai tiga langkah sederhana :
Tidak ada kata terlambat untuk berubah. Lebih baik kita mulai berubah di tahun ke-80 kemerdekaan, daripada tidak pernah sama sekali.
“Tidak perlu malu mengakui kita terlambat. Yang memalukan adalah kalau kita tidak pernah mau berubah. Cermin sudah diangkat sejak 1977. Mari pastikan pada 2045, saat 100 tahun merdeka, cermin itu memantulkan wajah yang lebih bersih, berkarakter, dan membanggakan.”
Leave a Reply